Digerogoti Produk Impor, Industri Baja Ringan Nasional Minta Pemerintah Turun Tangan

Surabaya, JatimReview.Com – Maraknya produk impor baja ringan yang tidak berstandard di pasar Indonesia membuat industri baja ringan kelimpungan. Pasalnya mereka tidak mampu bersaing di harga. Sebab itu, mereka meminta agar pemerintah turun tangan membantu industri baja ringan nasional.

Henry Setiawan, CEO Kencana Group menjelaskan, potensi market baja ringan di Indonesia cukup besar. Hal ini karena harga kayu semakin mahal dan barangnya juga semakin langka. Sehingga baja ringan menjadi kebutuhan yang tidak ada penggantinya.

Namun sayang, potensi ini dirusak makin maraknya produk baja ringan impor. Selain sebagian produk impor dilakukan secara illegal, juga produknya secara kualitas tidak memenuhi Standard Nasional Indonesia (SNI). Dan harganya juga jauh lebih murah dibanding produk nasional yang ber-SNI.

“Karena itu, kami berharap agar pemerintah turun tangan untuk menertibkan baja ringan impor yang tidak memenuhi standard (SNI) ini,” kata Henry Setiawan, Senin (26/8).

Dijelaskan, tingginya produk impor dengan harga jauh lebih murah ini sangat menganggu industri produk baja ringan nasional. Pasalnya, dari total kebutuhan pasar baja ringan di Indonesia yakni 1,7 juta ton per tahun, sekitar 50 persennya dicover produk impor.

Padahal, kalau pemerintah bisa menertibkan, maka industri baja ringan bisa memenuhi hingga 80 persen dari total kebutuhan baja ringan nasional. Namun karena produk baja ringan impor makin marak dan harganya lebih rendah, masyarakat banyak yang memilih produk baja ringan impor.

“Peraturanya sudah ada. Undang-udanganya sudah ada. Namun enforcement-nya masih sangat lemah. Sehingga produk impor illegal makin marak. Kita tidak mampu bersaing dengan mereka karena harganya sangat murah. Karena itu pemerintah perlu menertibkan,” ujar Henry.

Selain itu, pihaknya bersama Asosiasi Aplikator Indonesia juga secara kontinyu melakukan edukasi kepada para aplikator (tukang) agar memberikan pemahaman terhadap mitranya (pemilik rumah atau developer) untuk menggunakan baja ringan yang ber-SNI.

“Ini yang terus kami lakukan agar masyarakat semakin sadar untuk menggunakan produk yang berkualitas dan ber SNI,” katanya.

Terkait potensi market tahun ini, Henry mengaku agak melambat. Pertumbuhannya diperkirakan mencapai 10 persen atau dibawahnya. Hal ini karena industri properti mengalami pelambatan sehingga demand juga menurun. Sementara daya beli masyarakat juga mengalami kontraksi.

Namun secara umum, dia menegaskan, indutri baja ringan nasional utilisasinya hanya sekitar 50 persen dari total kapasitasnya. Kencana Group sendiri saat ini memiliki kapasitas produksi 400 ribu ton per tahun. Proyek IKN sendiri belum begitu berdampak karena itu proyek multi years.

“Kami tetap optimis. Distribusi terus kami perkuat. Saat ini sudah ada 48 titik distribusi yang tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Papua dan NTB. Tahun ini kami targetkan mencapai 60 titik sehingga produk kami semakin mudah menjangkau konsumen di daerah,” pungkas Henry. JR3

Related posts